Skip to main content

"the Guide"

Malam ini purnama begitu terang, pantas saja, sudah memasuki malam pertengahan bulan qomariyah. Di ruang 3x3 ini jemariku tak kuasa untuk menulis sebuah kisah perjuangan sekumpulan orang-orang baik yang berhimpun, berkumpul, berdiskusi, dan bertukar pikiran untuk sebuah tujuan yang mulia.
Alkisah, dalam suatu kawah candra dimuka, tempat insinyur-insinyur muda terbaik bangsa dilatih, mereka kedatangan keluarga baru,sebut saja keluarga baru itu “kesatria-kesatria muda”. Sebagai calon insinyur muda, kesatria-kesatria ini masih awam bagaimana kerasnya pelatihan di kawah candra dimuka ini. Akhirnya, Mereka memutuskan untuk meluangkan waktu mereka di sela-sela  aktivitas yang amat berat, mengurangi waktu tidur untuk berdiskusi, bahkan mengurangi waktu libur mereka bersama keluarga yang dicintainya untuk merumuskan suatu nilai-nilai yang akan di tanamkan kepada mereka. Hanya untuk satu tujuan, mendidik kesatria-kesatria muda untuk menjadi penerus perjuangan di kawah candra dimuka  ini agar kesatria-kestria muda itu lebih baik dari mereka.
Aku pun ikut tergerak untuk bergabung dalam barisan itu. Aku, dan 79 orang lainya yang lebih dulu masuk dalam kawah candra di muka ini memilih untuk berperan sebagai pembimbing kesatria muda ini, sebut saja kami “pemandu”. Pemandu ini bukalah peran yang istimewa, tapi bukan juga peran yang tidak berguna.  Rasanya aku tidak perlu menceritakan bagaimana pemandu-pemandu ini di godog untuk mendampingi para kesatria-kesatria muda, karena itu terlalu luar biasa untuk dipaparkan, hanya kami yang benar-benar tahu.
Terkadang kami layakya seorang kakak bagi kesatria-kesatria muda, yang menasehati dan memberi pengarahan pada mereka ketika mereka melakukan hal yang tidak sesuai. Terkadang kami layaknya pujangga, yang memberikan kata-kata mutiara, untuk membangkitkan semangat mereka.Terkadang kami layaknya tukang ojek, yang mengantar jemput mereka ketika tidak ada transportasi. Terkadang kami layaknya psikiater, yang menjadi tempat mereka berbagi dan mecurahkan berbagai perasaan. Terkadang kami layaknya seorang wartawan, yang selalu menanyakan kabar mereka setelah melewati hari-hari yang melelahkan.
Menjadi seorang pemandu bukanlah tentang kemuliaan. Menjadi seorang pemandu, bukanlah tentang ketenaran. Menjadi seorang pemandu bukanlah tentang eksistensi diri. Bahkan... menjadi seorang pemandu bukan tentang pengorbanan. Tapi.. menjadi seorang pemandu adalah tentang cinta, bagaimana kami mencintai apa yang kami lakukan. Dalam setiap nasehat yang kami berikan, itu karena kami mencintai mereka. Dalam stiap kata-kata mutiara yang kami sampaikan, itu adalah ungkapan cinta kami kepada mereka. Dalam setiap waktu yang diluangkan untuk menjemput salah satu dari mereka, cintalah yang menggerakan tubuh ini. Dalam setiap mendengarkan keluhan mereka, kita bersabar karena mencintai mereka. Dalam setiap perhatian kepada mereka,itu  karena kami mencintai mereka. Ya, sesuai apa yang kami sepakati sejak awal, “kami sudah mencintai kalian, bahkan sebelum kami mengenal kalian”.

Pemandu ini hanyalah sebagian kecil contoh yang dapat aku ceritakan dari usaha kami untuk mendidik kesatria-kesatria muda menjadi kesatria yang tangguh di kawah candra dimuka. Aku percaya, setiap bidang telah melakukan hal yang maksimal, mengeluarkan segala daya dan upaya yang dimilikinya untuk mewujudkan tujuan yang telah kami sepakati sejak awal, “mendidik kesatria-kesatria muda untuk menjadi penerus perjuangan di kawah candra dimuka  ini agar kesatria-kestria muda itu jauh lebih baik dari kami”.


"keluarga pemandu PPSMB KESATRIA Fakultas Teknik UGM"

Comments

Popular posts from this blog

Logo GGS (Golden Generation Smansawi)

Deskripsi logo GSS50 bayangan yg membentuk L melambangkan angkatan kita dalam aksara romawi, yaitu angkatan "ke-50". Tiga helai kelopak melati melambangkan tiga proses tahapan yg telah kita lalui dalam pengembangan karakter di smansawi.  Bunga melati sendiri adalah simbol dari smansawi (yang kemudian diadopsi sebagai nama tabloit smansawi yg dicetak sendiri saat penerimaan siswa baru maupun di surat kabar mingguan/bulanan tegal). Bentuk margin dari logo sendiri berbentuk separuh dari bangunan rumah, melambangkan smansawi sebagai "rumah kedua" atau "potongan rumah" yang membentuk kita, potongan yang lain tentu saja adalah rumah kita yg lain yaitu rumah kita di luar smansa, dalam hal ini separuh rumah tersebut adalah dunia luar (dalam konteks ini kampus, pekerjaan, masyarakat), warna biru sendiri adalah simbol dari SMAN1SLAWI, sedangkan warna kuning keemasan melambangkan kejayaan dan kesejahteraan, selain juga sebagai warna angkatan kita, angkatan e...

Meraih Rahmat dan Cinta on Ramadan

ini latepost banget, kegiatan bulan Ramadhan kemarin MERCON - Meraih Rahmat dan Cinta on Ramadan  oleh : Kartika Sugih Ningsih MERCON ini bukan sejenis petasan. MERCON ini merupakan singkatan dari Meraih Rahmat dan Cinta on Ramadhan. Ini adalah kali ketiganya mercon mengadakan kegiatan bakti sosial. Berawal dari celoteh ringan untuk mengisi waktu luang saat ramadhan agar tetap bisa bermanfaat bagi sesama, kegiatan Mercon ini pun di gagas. Tahun 2015 ini kami berkunjung ke dua panti asuhan yang ada di Kabupaten Tegal. Panti Asuhan Darul Faroh yang terletak di Desa Harjosari dan Panti Asuhan Al-Muhlisi n yang terletak di Lebakgowah. Bersama kawan-kawan alumni SMA N 1 Slawi dan OSK SMA N 1 Slawi kami mengunjungi kedua panti tersebut. Kegiatan yang kami lakukan sebenarnya sederhana, yakni berbagi ilmu, berbagi apa yang pernah kami dapatkan selama di bangku sekolah maupun kuliah. Berbekal niatan tersebut kami merumuskan tujuan kegiatan acara mercon sendiri yakni untuk membe...

The Miracle Of Istanbul - Fifteen Minutes That Shock the World

Dinding stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala. Pada malam final Liga Champions 2004/05 itu, Milan memberikan pukulan telak kepada Liverpool. Milan mampu unggul 3-0 saat jeda. Bek veteran Paolo Maldini membuka keunggulan pada menit pertama pertandingan. Sebelum turun minum, Hernan Crespo menambahnya dengan dua gol. Awal yang sempurna. Tak mau disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja. "Jangan tundukkan kepal...