Skip to main content

Mahasiswa pulang kampung


Mahasiswa pulang kampung
Mahsiswa
Sungguh asik sekali menjadi mahasiswa, menjadi sebagian kecil golongan rakyat indonesia yang dapat merasakan hangatnya bangku perkuliahan, bangganya pakai jas almamater, lengkapnya buku-buku di perpustakaan, ataupun cepatnya koneksi wi-fi kampus. Katanya, mahasiswa kuliah itu dibiyayai oleh uang rakyat, katanya. Saat ospek dulu, diajarkan ada yang namanya tri dharma perguruan tinggi,, pokonya berisi tiga pokok hal yang wajib dilakukan mahasiswa, yaitu pendidikan pegajaran, penelitian pengembangan, dan pengabidan pada masayrakat, sungguh mulia kalau memang mahasiswa sekarang sadar akan itu, amin.

 Belum lagi dikenal mahasiwa sebgai iron stock, generasi yang akan melanjutkan perjuangan orang-rang terdahulu. Mahasiswa sebgai social control, yang harapanya dapat mengontrol gejolak sosial di negara ini, sebagai penyambung lidah rakyat, ya.. meskipun sekarang ini kebanyakan sibuk dengan social media masing masing. Mahasiswa sebagai agent of change, sebagai agen perubahan yang harapnya dapat menjadi kataliator menuju perubahan yang lebih baik, ya.. meskipun sekarang ini mahasiswa lebih cocok disebut sebagai agent of event organizer... mahasiswa memang luar biasa, saking luar biasanya ada mahasiswa yang belum menyadari beratnya beban pundaknya, sehingg masih bisa bersantai-santai, Seperti saya ini.

Setelah berjibaku selama empat belas minggu mengerjakan tugas, laporan, praktikum, paper atau lainya yang melelahkan, tak terasa Semester pun akan segera berakhir, inilah yang ditunggu-tunggu oleh mahasiswa, (setidaknya oleh saya sendiri), pulang kampung! Ya, tak ada yang lebih bahagia dari pulang kampung bagi mahasiwa perantauan, apalagi yang benar-benar berasal dari “kampung”. Bertemu dengan orang tua tercinta, kerabat, teman-teman terdekat, belum lagi nuansa daerah asal yang begitu hangat, sehangat mie rebus yang memberi kehangatan dikala hujan turun, bahagianyaa.

Selain itu, mahasiswa yang pulang kampung biasanya memiliki paguyuban universitas daerah ataupun ikatan alumni SMA yang akan meneruskan produktivtas nya, sebagai aggent of event organizer, untuk mengadakan kegiatan semacam try out sbmptn, campus fair, sosialisasi kampus ke sekolah – sekolah, dan kegiatan semacamnya. Saya pun sebagai anggota paguyuban unuversitas daerah saya,  tahun kemarin melakukan hal serupa, dari mulai dari sosialisasi ke sekolah-sekolah, dan mengadakan try out SBMPTN. Pun begitu dengan paguyuban universitas lainya, berlomba-lomba untuk mengdakan try out ataupun kampus fair, guna mengajak dan memotivasi pelajar di daerah saya agar melanjutkan perkuliahan, sungguh mulia...

                Tapi terkadang, bahkan sering kali, saya merasa risih terhadap diri-saya sendiri, yang tahun kemarin melakukan aktifitas seperti diatas. Misalanya saat promosi universitas, apakah iya saya benar-benar bertujuan untuk mengajak adik adik di daerah untuk kuliah, atau hanya ingin sekedar mempromosikan event try out yang dibuat oleh paguyuban saya, ataukah hanya sekedar ingin pamer kepada adik-adik saya dengan jas alamater kebagaan yang mungkin saya terakhir kali pakai saat ospek dulu. biasanya masing-masing universitas yang  memiliki sumberdaya masa yang cukup banyak dan berasal dari kampus yang cukup terkenal, belomba-lomba untuk mengadakan try out dengan tema yang sama, try out sbmptn, terlebih lagi terkadang ada dua atau lebih try out yang dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Tujuan yang mulia untuk memberi gambaran bagaimana nantinya sbmptn akan dilaksanakan mungkin terkalahkan oleh gengsi ataupun persaingan atara papaguyuban yang mungkin tidak ingin kalah eksis sebagai paguyuban universtas yang produktif, progresif, inovatif, dan tif tif lainya. Campus fair pun sama saja. Ini menurut saya loh ya.

Sebenarnya, kegiatan-kegiatan tersebut sangatlah positif, saya juga sangat mendukungnya kok. Tapi sebenarnya (lagi),  masih banyak hal lain yang bisa kita lakukan untuk lebih mengabdi, lebih bermanfaat untuk daerah kita sendiri, setidaknya diluar konteks promosi almamater masing-masing. Kita dikampus sudah mendapat berbagai pengalaman, mungin ada yang pernah mengikuti kegiatan sosial, mebina desa binaan, berbagi inspirasi, dan sebagainya. Momentum pulang kampung inilah yang sangat tepat untuk menerapkan ilmu-ilmu yang kita dapat tersebut, karena hakekatnya, Kampus itu tempat belajar, mejan yang sesunggunya ada di Masayarakat.

Teringat dengan Sajak Seonggok Jagung karya W.S rendra yang pernah dikirimkan salah satu teman saya, sangat menarik,begini sebagian sajaknya :

Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
atau apa saja,
bila pada akhirnya,
ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
“ Di sini aku merasa asing dan sepi !”

                
Sajak tersebut setidaknya sukses membuat saya resah dan malu terhadap diri saya sendiri. Sekian, selamat malam.

Comments

Popular posts from this blog

The Miracle Of Istanbul - Fifteen Minutes That Shock the World

Dinding stadion Kemal Ataturk seperti setipis kertas. Dari kamar ganti Liverpool, sorak sorai pemain AC Milan di ruangan yang berbeda begitu jelas terdengar. Semua pemain Liverpool tertunduk lesu. Tak ada yang berani menegakkan kepala. Pada malam final Liga Champions 2004/05 itu, Milan memberikan pukulan telak kepada Liverpool. Milan mampu unggul 3-0 saat jeda. Bek veteran Paolo Maldini membuka keunggulan pada menit pertama pertandingan. Sebelum turun minum, Hernan Crespo menambahnya dengan dua gol. Awal yang sempurna. Tak mau disetir kemurungan, Rafael Benitez menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja. "Jangan tundukkan kepal...

Logo GGS (Golden Generation Smansawi)

Deskripsi logo GSS50 bayangan yg membentuk L melambangkan angkatan kita dalam aksara romawi, yaitu angkatan "ke-50". Tiga helai kelopak melati melambangkan tiga proses tahapan yg telah kita lalui dalam pengembangan karakter di smansawi.  Bunga melati sendiri adalah simbol dari smansawi (yang kemudian diadopsi sebagai nama tabloit smansawi yg dicetak sendiri saat penerimaan siswa baru maupun di surat kabar mingguan/bulanan tegal). Bentuk margin dari logo sendiri berbentuk separuh dari bangunan rumah, melambangkan smansawi sebagai "rumah kedua" atau "potongan rumah" yang membentuk kita, potongan yang lain tentu saja adalah rumah kita yg lain yaitu rumah kita di luar smansa, dalam hal ini separuh rumah tersebut adalah dunia luar (dalam konteks ini kampus, pekerjaan, masyarakat), warna biru sendiri adalah simbol dari SMAN1SLAWI, sedangkan warna kuning keemasan melambangkan kejayaan dan kesejahteraan, selain juga sebagai warna angkatan kita, angkatan e...

Rindu

Malam semakin larut, ah.. “seharusnya kemarin aku memesan tiket untuk pulang ke Tegal” gumamku dalam hati, pekan ini libur panjang, golden hollyday, kamis-minggu, empat hari yang cukup berarti untuk kembali ke daerah asal. Bertemu dengan keluarga, bercengkrama dengan teman lama, atau sekedar menyapa tetangga sektiar. Sebelumnya memang aku tidak berencana untuk pulang, karena sudah aku agendakan pulang pada akhir Mei nanti. Tapi ada perasaan yang mengajal sejak pagi tadi, entah kenapa pikiran ini tidak karuan, ada rasa yang aneh, kadang-kadang melamun, mencari pelampiasan rasa aneh ini dengan membaca atau menonoton film, dada ini sedikit sesak, rasa itu memuncak malam ini, semakin sesak. Aku rindu. “Yang membahayakan bukan menahan rindu karena tidak pernah bertemu, tapi perasaan terbiasa dengan ketidakberadaan”   ―   Taufiq Wicahyono Asrama Lembaga Pendidikan Insani, Yogyakarta